Akhir - akhir ini hampir dua pekan lebih semua media mengulas karut- marut Ujian nasional 2013, sesungguh ada apa Ujian dengan Nasional itu ? Sepertinya hal ini pun sudah jadi berita menarik sejal lama dan sebagian besar orang akan menunjuk pada dua kata yaitu Ujian Nasional. Memang, sejak kelahir istilah Ujian Nasional mulai tahun 2005, di tataran masyarakat pendidikan, kebijakan yang terkait Ujian Nasional ini senantiasa menjadi bahan perdebatan menghebohkan. Di satu sisi, ada sebagian pihak yang mendukung dan di sisi lainnya ada yang jelas-jelas menentang kehadirannya yang tentu dengan berbagai dalil serta argumentasinya masing-masing.
Pada kelompok pendukung ujian nasional pada umumnya menganggap bahwa ujian nasional masih diperlukan, terutama untuk kepentingan pengendalian mutu pendidikan secara nasional dan penegakan akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan. Sementara, dari pihak yang menolak kehadiran Ujian Nasional menganggap bahwa kehadiran Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan telah banyak madlaratnya dari pada manfaatnya, baik dilihat dari sisi psikologis, ekonomis, yuridis dan terutama pedagogis. [1]
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan PGRI pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah menganggap kebijakan ujian nasional (UN) tidak tepat. Sebanyak 28,57 persen, guru menganggap UN sebagai kebijakan yang tidak tepat, dan 42,86 persen sangat tidak tepat. Kepala sekolah menganggap kebijakan UN tidak tepat 26,15 persen, dan 49.23 persen menganggap kebijakan UN sangat tidak tepat. Adapun pengawas sekolah sebanyak 27 persen menganggap kebijakan UN tidak tepat dan sangat tidak tepat 41,77 persen. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Sulistiyo, bahwa munculnya pesepsi dari ketiga unsur praktisi pendidikan tersebut disebabkan karena Ujian Nasional tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak. [2]
Untuk meminimalisir polemik dan masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional ini, sejak tahun 2011 pemerintah telah berkompromi dengan menetapkan “sharing” kontribusi penentuan kelulusan siswa menggunakan formulasi : 40% nilai sekolah dan 60% nilai ujian nasional. Tetapi ketentuan ini tampaknya belum menjadi obat mujarab, malah beresiko memunculkan masalah baru dalam bentuk praktik penggelembungan (bubble) nilai siswa, yang tidak menggambarkan kemampuan sebenarnya.
Amatan saya, ketika sekolah dengan terpaksa (dipaksa oleh para pemaksa) untuk fokus pada ujian nasional dan menjadikan ujian nasional sebagai tujuan prestasi sekolah, maka secara langsung atau tidak langsung di sana telah terjadi pengikisan akan utuhnya makna dan ruh pendidikan. Proses pendidikan tidak lagi dipandang sebagai proses memanusiaan manusia, tetapi sudah tergelincir dan terjebak pada proses dehumanisasi dan domistikasi malah deradikalisasi untuk maksud mencapai target keberhasilan kognitif semata atau mungkin ada target lain di luar kepentingan pendidikan itu sendiri. Kenyataannya para pemimpin daerah dan mungkin pusat juga merasa malu bila prestasi angka para siswanya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Lebih parah lagi, ketika ujian nasional masih selalu diwarnai dengan berbagai kecurangan yang sistemik dan disengaja [lihat tulisan; Oh, UN itu Begini?[3], maka anak-anak kita sesungguhnya telah kehilangan tiga hal penting dalam hidupnya, yaitu pembelajaran yang menyenangkan, peningkatan intelektual sekaligus perbaikan akhlaq moralnya.
Meski kita belum mampu menyediakan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak kita tetapi paling tidak berikanlah mereka pendidikan yang tepat dan benar.
Inilah catatan refleksi kita terkait dengan karut marutnya pelaksanaan Ujian Nasional 2013. Bagaimana pun ini sebuah kenyataan yang terjadi di negeri kita dan Ujian Nasional (UN) menulis hemat saya harus segera dihentikan atau minimalnya ditinjau ulang serta ditunda untuk sementara waktu sampai ada penelitian yang shahih akan pentingnya pelaksanaan Evaluasi secara Nasional dengan sistem seragam seperti UN saat ini. Nah bagaimana menurut Anda?
sumber tulisan : Artikel Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sahabat pengunjung yang baik,mohon tuliskan kesan Anda pada blogs sederhana kami ini. Terikasih Anda sudah menengok pojok tulisan ini.